Our Gallery

Contact Info

Eksklusif, Ketum Aspebindo Anggawira: Banyak Nilai Tambah Ketika Nikel Tak Diekspor Mentah

Sikap tegas Presiden Jokowi melarang ekspor nikel mentah atau bijih nikel membuat banyak negara yang selama ini berkutat di bidang ini meradang dan kemudian menggugat ke WTO (World Trade Organization – Organisasi Perdagangan Dunia). Ketua Umum Dr. Anggawira, MM, MH, Ketua Umum Asosiasi Pemasok Energi dan Batubara Indonesia (Aspebindo), mendukung sikap pemerintah ini. Banyak nilai tambah dari ketika bijih nikel tak diekspor, antara lain untuk melindungi kepentingan nasional dan menjaga keberlanjutan.

Adalah negara yang tergabung dalam Uni Eropa yang melayangkan gugatan ke WTO soal sikap Indonesia yang menghentikan ekspor bijih nikel pada November 2019. Setelah melalui proses persidangan Oktober 2022 Indonesia dinyatakan kalah oleh WTO. Presiden Jokowi langsung memerintahkan Menteri ESDM Tasrif Arifin untuk melakukan banding. Sampai saat ini proses itu masih berjalan.

Apa yang membuat negara-negara Uni Eropa protes keras dan mengajukan gugatan? Ternyata penghentian ekspor bijih nikel ini berdampak pada lumpuhnya industri baja nirkarat di Eropa karena kekurangan pasokan bahan baku. Indonesia adalah negara produsen nikel terbesar di dunia, tahun 2022, produksi nikel Indonesia mencapai 1,6 juta ton, posisi kedua dan ketiga ditempati oleh Filipina (330.000 ton) dan Rusia (220.000 ton).

Namun, Indonesia juga memiliki argumentasi yang kuat terkait penghentian ekspor nikel mentah ini. Yaitu melindungi kepentingan nasional dan mendorong pembangunan industri dalam negeri. Dengan penghentian ini, harus ada proses hilirisasi terlebih dahulu di dalam negeri, baru barang yang sudah diolah diekspor ke negara tujuan.

Hilirisasi menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan negara. Menurut Direktur Jenderal Mineral dan Batubara, Ridwan Djamaluddin, yang dilansir oleh laman ESDM, bijih nikel diolah menjadi FeNi atau konsentrat, lalu diolah menjadi Ni-sulfat dan Co-sulfat. Selanjutnya, dapat diproses lagi menjadi precursor yang menjadi bahan dasar material baterai. “Dari bahan dasar baterai inilah dihasilkan baterai jenis lithium-ion battery,” katanya.

Namun, kata Anggawirahilirisasi dengan membangun smelter membutuhkan dana yang tidak sedikit. “Smelter yang ada sekarang masih didominasi oleh PMA (penanaman modal asing), kita berharap investor lokal yang bisa berperan. Pemerintah bisa membantu lewat regulasi dan perbankan dengan kredit dengan bunga bersaing,” katanya kepada Iqbal Irsyad, Edy Suherli, Savic Rabos, dan Irfan Medianto dari VOI yang menemuinya di kantor Aspebindo, di bilangan Radio Dalam, Jakarta Selatan belum lama berselang. Inilah petikannya.

Selengkapnya baca di : https://voi.id/interviu/292579/eksklusif-ketum-aspebindo-anggawira-banyak-nilai-tambah-ketika-nikel-tak-diekspor-mentah