Solusi Optimalisasi Industri Mineral Serta Program Hilirisasi Indonesia
Jakarta – Potensi Minerba
Isu hilirisasi mineral menjadi perbincangan hangat, yang di mana IMF meminta Pemerintah Indonesia untuk menghentikan kebijakan tersebut. Yang dimana 2 tahun ke belakang, Pemerintah mengeluarkan kebijakan pelarangan ekspor bahan mentah untuk komoditas nikel. Rencana ini semata-mata untuk meningkatkan nilai tambah komoditas mineral tersebut agar nilai tambahnya dapat meningkat bahkan hingga 10-16 kali lipat tergantung diproses menjadi produk apa. Perhatian dunia terhadap potensi sumber daya alam Indonesia khususnya mineral dan batubara tidak dapat dipungkiri, Indonesia memiliki potensi yang sangat besar. Indonesia memiliki sumber daya yang diperkirakan berkisar 2%-3% dari batubara di Dunia. Untuk mineral logam, Indonesia memiliki 6,08% nikel, 6,82% kobalt, 14,05 timbal, 9,63% seng, 3,33% bauksit, 0,72% besi, 4,63% emas, 16,67% timah, 3,29% tembaga, 19,17 mangan, 0,44% krom, 0,17% titanium, dari total persentase dunia.
Berdasarkan data tambahan United States Geological Survey pada tahun 2019 menyatakan bahwa dari segi sumber daya Nikel, Indonesia merupakan peringkat pertama dari segi reserve dan production. Hampir 23% dari total cadangan Nikel dunia berada di Indonesia. Sama halnya dengan Bauxite menempati peringkat 6 dunia, untuk komoditas emas menempati peringkat 5 dunia, komoditas timah menempati peringkat ke 2 dan untuk batubara menempati peringkat 6 dunia dari segi cadangan. Tentu saja kelimpahan sumber daya mineral dan batubara Indonesia harus berkontribusi bagi bangsa, hal ini akan dilihat dari seberapa besar Penerimaan negara dari industri Mineral dan Batubara. Mineral dan Batubara menempati peringkat pertama sebagai penunjang penerimaan negara bukan pajak.
Pada tahun 2022, menurut data Kementerian ESDM PNBP yang berasal dari Minerba sebesar Rp 183,35 triliun atau melebihi 180% dari target minerba tahun 2022 sebesar Rp101, 84 triliun. Dengan besaran PNBP yang didapat dari industri ini ditambah juga potensi cadangan yang besar tentu saja diperlukan kebijakan pengelolaan yang mengedepankan kepentingan masyarakat dan memberikan keuntungan sebesar-besarnya untuk negara.
Kebijakan Strategis Minerba (Hilirisasi dan DMO)
Kebijakan batubara di Indonesia saat ini untuk memberikan nilai tambah bagi masyarakat agar biaya penyediaan listrik dapat terakomodir subsidinya oleh PLN dinamakan Kebijakan Domestic Market Obligation (DMO). Yang dimana Pemerintah melalui Kementerian ESDM menerapkan sistem kepada penyedia Batubara untuk menjual batubara kepada PLN dengan harga 70$/ton dan tidak mengikuti fluktuasi harga batubara dunia. Untuk kebijakan Mineral, yang menjadi perbincangan hangat adalah kebijakan Hilirisasi.
Kementerian Investasi/BKPM telah menyelesaikan Peta Hilirisasi hingga tahun 2040, total nilai investasi sebesar 545,3 miliar dollar AS hingga 2040 atau sekitar Rp 8.159 triliun dengan asumsi 1 dollar AS sama dengan Rp 14.963. Dalam Perpres 49 Tahun 2021, ditetapkan 246 bidang usaha prioritas penanaman modal dalam klasifikasi KBLI 5 digit yang dibagi berdasarkan jenis fasilitas fiskal yang diberikan yaitu tax allowance, tax holiday, dan investment allowance. Peta Jalan Hilirisasi Investasi Strategis (HIS) Kementerian Investasi memprioritaskan hilirisasi investasi pada 21 komoditas dari 8 sektor. Sektor Mineral, Batubara, Minyak Bumi, Gas Bumi, Perkebunan, Kelautan, Perikanan, dan Kehutanan.
Saat ini hilirisasi yang dilakukan berfokus pada komoditas Nikel, yang dimana pemerintah menyetop ekspor komoditas Nikel agar dapat diolah untuk menjadi produk yang bernilai tambah. Strategi ini akan dilakukan juga kepada komoditas lainnya seperti bauksit, emas, timah dan bahan tambang mineral lainnya. Kebijakan Hilirisasi dan juga Kebijakan DMO pada komoditas Batubara dan juga kebijakan Minerba lainnya memerlukan kolaborasi dan juga ekosistem yang ideal agar terbentuk tata Kelola industri yang baik. Tata Kelola yang baik dapat berdampak pada nilai tambah yang diberikan kepada negara nantinya.
Problem Pengelolaan Minerba dan Hilirisasi
Tentu saja masih Terdapat beberapa permasalahan dalam pengelolaan industri pertambangan mineral dan batubara, berdasarkan Data dari Kementerian ESDM masih terdapat Pertambangan Tanpa Izin (PETI) alias tambang ilegal di Indonesia mencapai 2.700 titik lokasi, terdiri dari 2.645 lokasi tambang ilegal mineral dan 96 lokasi tambang ilegal batu bara. Pertambangan illegal ini memberikan dampak ekonomi yang cukup besar bagi negara. Menurut Dirjen Pengendalian Pencemaran Kerusakan Lingkungan KemenLHK, kegiatan PETI untuk pertambangan emas membuat kerugian negara sebesar Rp 38 miliar/Tahun, dan untuk pertambangan non-emas dapat membuat kerugian negara hingga menapai Rp 315 miliar/tahun. Besaran tersebut, menurut Karliansyah, belum termasuk biaya rehabilitasi terhadap kerusakan lingkungan yang ditimbulkan.
Selain itu, kalkulasi tersebut belum termasuk dampak non-materi yang muncul seperti penyakit hingga kematian. Karena PETI biasanya kurang baik dari segi aspek keselamatan kerja nya. Pada tahun 2022, Menteri ESDM membuat estimasi kerugian negara akibat PETI, hampir menyentuh Rp.3,5 Trilliun. Permasalahan lainnya adalah kurangnya pengawasan aktivitas ekspor-impo komoditas mineral dan batubara di Indonesia, KPK menemukan adanya dugaan kasus ekspor ilegal bijih nikel Indonesia ke China sejak 2021 lalu. Tak tanggung-tanggung sebanyak 5 juta ton bijih nikel diduga telah diselundupkan ke negeri Tirai Bambu sejak 2021-2022. Padahal mulai tahun 2021 pemerintah sudah menyetop keran ekspor untuk komoditas Nikel.
Dengan banyaknya permasalahan yang ada mengindikasikan kurangnya fungsi pengawasan pemerintah dalam pengelolaan mineral dan batubara di Indonesia. Dibutuhkan sebuah satuan khusus yang membantu pemerintah dalam mengatur dan mengelola kegiatan industri mineral dan batubara sebagai daya dukung Kementerian ESDM dalam menjalankan tugasnya. Hal ini diperkuat dengan adanya rancangan dan peta hiliriasi mineral di masa depan yang dimana membutuhkan sebuah Lembaga khusus sebagai manajemen operasional untuk mengontrol penuh ketercapaian rencana hilirisasi mineral dan batubara dan juga optimalisasi kegiatan industri tersebut.
Propose Solusi Pembuatan SKK Minerba-Dibanding kan dengan Adanya SKK Migas Lembaga atau satuan khusus yang dapat menjadi benchmarking adalah SKK Migas. Yang dimana sebelumnya dinamakan BP Migas, merupakan salah satu Lembaga manajemen operasional untuk pelaksanaan kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi. SKK Migas bertugas melaksanakan pengelolaan kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi berdasarkan Kontrak Kerja Sama. Pembentukan lembaga ini dimaksudkan supaya pengambilan sumber daya alam minyak dan gas bumi milik negara dapat memberikan manfaat dan penerimaan yang maksimal bagi negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
SKK Migas menyelenggarakan fungsi:
• memberikan pertimbangan kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral atas kebijaksanaannya dalam hal penyiapan dan penawaran Wilayah Kerja serta Kontrak Kerja Sama;
• melaksanakan penandatanganan Kontrak Kerja Sama;
• mengkaji dan menyampaikan rencana pengembangan lapangan yang pertama kali akan diproduksikan dalam suatu Wilayah Kerja kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral untuk mendapatkan persetujuan;
• memberikan persetujuan rencana pengembangan selain sebagaimana dimaksud dalam poin sebelumnya;
• memberikan persetujuan rencana kerja dan anggaran;
• melaksanakan monitoring dan melaporkan kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral mengenai pelaksanaan Kontrak Kerja Sama; dan
• menunjuk penjual minyak bumi dan/atau gas bumi bagian negara yang dapat memberikan keuntungan sebesar-besarnya bagi negara.
Lembaga ini dapat menjadi acuan dibuatnya Lembaga serupa untuk manajemen operasional pelaksana kegiatan industri mineral dan batubara beserta rencana hilirisasi. Dapat dibentuk Lembaga Pelaksana Kegiatan Usaha Minerba dan Hilirisasi. Sesuai dengan semangat UUD 1945 Pasal 33 Ayat 3, yang berbunyi “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara, serta digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat” sudah seharusnya pengelolaan kegiatan industri minerba dapat berjalan ideal untuk kemakmuran rakyat, namun nyatanya saat ini pengelolaan minerba melalui Ditjen Minerba Kementerian ESDM masih terdapat permasalahan yang perlu diselesaikan dan dianggap perlu dibentuk suatu lembaga khusus yang berfokus kepada teknis pengelolaan industri minerba.
Nantinya Kementerian ESDM berfokus kepada peran sebagai regulator, sedangkan lembaga usulan nanti akan berfokus kepada pengawasan hal teknis dalam kegitan industri Minerba di Indonesia.
Peran kolaborasi antara SKK Migas dengan Ditjen Migas dapat ditiru apabila usulan lembaga ini nantinya disetujui dan direalisasikan. Lembaga usulan ini diberi nama Badan Pengelola Kegiatan Usaha Industri Mineral dan Batubara Serta Hilirisasi (BPMH), yang dimana dapat menjadi jawaban dari permasalahan PETI, perizinan, DMO Batubara dan Pengawalan Hilirisasi Mineral dan Batubara (Gasifikasi) serta permasalahan lainnya pada industri Minerba di Indonesia.
BPMH nantinya dapat menyelenggarakan fungsi sebagai berikut:
• memberikan pertimbangan kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral atas kebijaksanaannya dalam hal penyiapan dan penawaran Konsesi Pertambangan serta Kontrak Kerja Sama/ Investasi Mineral dan Batubara
• melaksanakan penandatanganan Kontrak Kerja Sama/ Investasi dan atau Kontrak Karya
• mengkaji dan menyampaikan rencana pengembangan konsesi pertambangan yang pertama
kali akan diproduksikan dalam suatu Wilayah Kerja kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral untuk mendapatkan persetujuan;
• memberikan persetujuan rencana pengembangan selain sebagaimana dimaksud dalam poin sebelumnya;
• memberikan persetujuan rencana kerja dan anggaran;
• melaksanakan monitoring dan melaporkan kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral mengenai pelaksanaan Kontrak Kerja Sama/ Investasi dan atau Kontrak Karya; dan
• Melaksanakan monitoring dan melaporkan kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral mengenai realisasi program hilirisasi sesuai dengan Peta Hilirisasi Mineral dan Batubara yang telah dirancang Kementerian Investasi/ BKPM
• Melaksanakan monitoring dan Controlling serta melaporkan kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral mengenai Realisasi Ketercapaian Kebijakan Domestic Market Obligation Batubara
• Melaksanakan pengawalan terhadap Perizinan Konsesi Pertambangan Serta Kontrak Kerja Sama/ Investasi Mineral dan Batubara
Saran dan Langkah Pembuatan BPMH
Usulan pembentukan Lembaga baru ini dapat di Analisa terlebih dahulu urgensitasnya seperti apa dan juga diliat aspek dampak kepada stakeholder dan industri terkait seperti apa. Setelah di buat naskah akademiknya dapat diajukan kepada DPR RI atau Lembaga Eksekutif terkait untuk dibahas lebih lanjut rencana pembentukan Lembaga baru ini. Harapannya dapat menjadi menjadi manajemen operasi yang professional yang mengawal pelaksanaan kegiatan Industri Mineral dan Batubara beserta realisasi Hilirisasi sesuai dengan Peta Hilirisasi yang telah dibentuk.
Anggawira
Ketua Umum Asosiasi Pemasok Energi dan Batubara Indonesia (Aspebindo)